Akhir-akhir ini aku sering melihat flyer kelas online tentang membuat lesson plan yang malang melintang di beranda media sosialku. Honestly, awalnya aku tak begitu tertarik karena menurutku usia anakku yang saat ini ada di masa pra sekolah adalah masa di mana anakku seharusnya masih banyak bermain. Jadi kenapa harus membuat lesson plan? Begitulah pola pikirku pada mulanya.
Pola pikir itu didukung oleh suara-suara dari lingkungan sekitarku. Apa ngga kasian anak seumur gitu udah disuruh belajar? Kan pasti anaknya juga belum ngerti. Begitu katanya. Lalu aku pun menyetujui, hiks..
Aku bukan tipikal ibu yang membebaskan anaknya menonton TV atau main game seharian. Anakku punya jadwal untuk kegiatan baca buku setiap hari, aku pun berlangganan majalah aktivitas anak yang terbit setiap 2 minggu sekali. Tapi, saat itu aku masih merasa membuat lesson plan adalah sesuatu yang berlebihan. Aku lebih suka let it flow saja.
Sampai suatu hari, sebuah artikel dari Ibupedia menghantamku cukup keras. Tulisan ini membahas banyak keajaiban dan keuntungan bermain bagi anak. Banyak literatur yang menyatakan masa emas anak adalah 6 tahun pertamanya. Lalu bagaimana mengoptimalkan masa keemasan itu jika dunia anak adalah bermain?
Rupanya bukan orangtua lain tak mengerti rasa kasihan, tapi akulah yang belum cukup berwawasan. Karena bermain adalah satu kesatuan dengan anak, maka lewat bermain pula orangtua bisa menanamkan banyak pemahaman dan keahlian. Beberapa orang menyebutnya structure play.
Bermain bukan lagi menjadi rutinitas tanpa tujuan, tapi menjadi kegiatan yang memperkuat ikatan dan kegiatan yang mendatangkan banyak makna. Sambil bermain, orangtua bisa menanamkan pada anak tentang kebesaran Tuhan, tentang fenomena alam, bahkan tentang hitung-hitungan dengan cara yang menyenangkan.
Kegiatan main yang terstruktur itu kemudian dijadikan kebiasaan, dan disusun dalam sebuah lesson plan.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Membuat Lesson Plan
Secara bahasa, lesson plan bisa diartikan sebagai rencana pembelajaran. Kalau aku pribadi mengartikan lesson plan sebagai menu bermain, yaitu rencana kegiatan main yang disusun dengan hasil analisa makna kegiatannya.
To be honest, setelah membuka mata tentang keajaiban bermain dan mencari tahu lebih jauh tentang lesson plan, aku sempat merasa telah menyia-nyiakan waktu selama ini. Apalagi saat stalking akun media sosial ibu-ibu yang sudah menerapkan lesson plan sejak lama, aku merasa sudah tertinggal jauuuuh sekali di belakang.
Saat anak lain punya banyak hal mengagumkan, aku merasa sudah cukup memfasilitasi balitaku dengan buku-buku saja. Padahal, balitaku selalu punya berjam-jam waktu bermain yang sebenarnya bisa aku optimalkan untuk menstimulasi indera-inderanya.
Sekali lagi, aku jatuh dalam lubang penyesalan dengan berbagai rasa kegagalan. Katanya, ibu adalah fasilitator terbaik untuk anaknya. Maka tak bisa menjadi fasilitator terbaik untuk anakku adalah kekhawatiran terbesarku. Melihatnya bermain tanpa makna menjadi patah hati terdalamku.
Keadaan ini membawaku untuk mencari berbagai info, di mana aku bisa belajar menyusun menu bermain yang berhikmah dan bermakna? Di mana aku bisa belajar menjadi teman bermain bagi anakku dengan kegiatan yang penuh arti?
Hingga akhirnya, aku menemukan sebuah kelas online yang bertajuk membuat kurikulum main anak tanpa mumet :D
Dari apa yang aku pelajari di kelas tersebut, ternyata membuat lesson plan atau kurikulum main untuk anak bukan proses yang sederhana.
Beberapa bekal yang perlu dipersiapkan di antaranya menentukan visi misi keluarga, mengobservasi ketertarikan anak, menentukan metode yang akan digunakan sebagai pokok pembelajaran, mengenal indera-indera yang perlu distimulasi dari kegiatan bermain, dan mengenal berbagai kecerdasan agar orangtua bisa memfasilitasi anak dengan tepat sasaran.
1. Visi dan Misi Keluarga
Sebelum memulai apapun, penting untuk menentukan sebuah tujuan. Tujuan yang jelas adalah the big why yang akan menjadi motivasi untuk bisa konsisten melakukan hal-hal yang mendekatkan kita dengan tujuan.
Dalam membuat lesson plan, menentukan cita-cita keluarga adalah langkah pertama yang harus dilakukan. Mau anaknya jadi seperti apa? Mau anaknya menjalani kehidupan yang seperti apa?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itulah yang menjadi tujuan akhir dari pendidikan anak. Dari cita-cita yang bulat, kemudian dijabarkan menjadi misi-misi yang perlu dilakukan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Untuk anakku, aku dan suami bercita-cita kelak ia akan menjadi seorang penghafal Quran apapun mata pencahariannya nanti. Aku juga bercita-cita kelak anakku bisa banyak berkontribusi dalam dakwah dengan passion apapun yang ditekuninya nanti.
Meniti jalan demi mencapai tujuan itu, maka aku punya misi untuk menyediakan lingkungan & kegiatan belajar yang menyenangkan, menciptakan lingkungan yang akrab dengan Al Quran, mendidik anak menjadi pribadi yang percaya diri, dan membiasakan anak dengan budaya, sejarah, juga syari'at Islam.
2. Observasi Minat Anak
Ada banyak pengalaman saat anak tak mau melakukan kegiatan yang sudah disiapkan. Kabarnya, salah satu penyebabnya bisa jadi karena anak belum tertarik dengan tema kegiatan tersebut. Maka langkah selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam membuat lesson plan adalah minat anak.
Dari hasil pengamatan selama ini, aku melihat anakku sangat tertarik dengan kegiatan di air, segala hal tentang tata surya, dinosaurus, dan bebikinan. Hal-hal inilah yang kemudian aku pertimbangkan saat membuat lesson plan untuk anakku.
3. Metode Parenting sebagai Pokok Pembelajaran
Bekal yang tak kalah penting adalah pengetahuan tentang metode parenting. Ada banyak pilihan metode parenting yang bisa diadaptasi oleh orangtua, seperti Montessori, Charlotte Mason, Glen Doman, dan lain-lain.
Aku dan suamiku sepakat memilih montessori sebagai pokok pembelajaran anak kami. Selain itu, kami juga memadukannya dengan pembelajaran agama dan kinestetik.
4. Mengenal 8 Sistem Indera
Aku yakin sudah banyak orangtua yang mengenal motorik dan sensorik. Nah, 8 sistem indera adalah tingkatan yang lebih rinci dari sistem sensorik.
Ada 8 indera yang mendasari keterampilan sensorik dan mendukung perkembangan anak, yaitu indera yang berhubungan dengan suara (auditory), indera yang berhubungan dengan penglihatan (visual), indera yang berhubungan dengan keseimbangan tubuh (vestibular), indera yang perhubungan dengan penciuman (olfactory), indera yang berhubungan dengan perasa (gustatory), indera yang berhubungan dengan sentuhan (tactile), indera yang berhubungan dengan body awareness (proprioception), dan indera yang berhubungan dengan kondisi tubuh (interoception).
8 indera inilah yang perlu distimulasi oleh kegiatan-kegiatan bermain yang disusun dalam lesson plan.
5. Mengenal 8 Kecerdasan Majemuk
Menurut Howard Gardner, tak ada manusia yang tak cerdas. Hanya saja kecerdasannya berbeda, ada yang lebih peka di bidang spasial, ada yang lebih peka di bidang logika-matematik dan ada juga yang lebih peka di bidang linguistik.
Howard Gardner kemudian memunculkan istilah kecerdasan majemuk (multiple intelligence) yang terdiri dari:
- Kecerdasan Verbal Linguistik
- Kecerdasan Logis Matematis
- Kecerdasan Visual Spasial
- Kecerdasan Musikal
- Kecerdasan Kinestetik
- Kecerdasan Interpersonal
- Kecerdasan Naturalis
- Kecerdasan Intrapersonal
Aku merasa penting untuk mengenal multiple intelligence ini. Bisa jadi saat di bangku sekolah nanti, anakku tak peka pada hitung-hitungan tapi punya kemampuan yang lebih di bidang linguistik. Aku tak ingin keliru memahami kemampuan anakku.
Jadi, setelah bermain menurut jadwal yang dibuat dalam lesson plan, aku selalu menuliskan refleksinya, mendeskripsikan bagaimana ekspresi anakku saat melakukan kegiatannya. Dari pengamatan inilah aku harap bisa melihat kecerdasan anakku.
Merencanakan Kegiatan Bermakna untuk Anak
Setelah membekali diri dengan teori-teori sebelumnya, sekarang saatnya eksekusi membuat lesson plan! :)
1. Membuat Jadwal Kegiatan Harian
Supaya berhasil mengaplikasikan lesson plan yang sudah dibuat, perlu diciptakan sebuah keteraturan di rumah. Oleh karena itu, jadwal harian anak sangat mempengaruhi keberhasilan lesson plan.
Namun, meski sudah dijadwalkan sedemikian rupa, orangtua juga perlu peka memperhatikan mood anak. Karena tak jarang saat anak menyukai satu kegiatan, ia akan teruuuus melakukan kegiatan yang sama sampai bosan, hehehe..
2. Mulai Membuat Lesson Plan
Setelah menuliskan visi misi, menuliskan hasil observasi minat anak, menuliskan jadwal harian anak, cobalah untuk menyusun ide bermain yang sesuai dengan minat anak, sesuai dengan pokok pembelajaran, dan analisa stimulasi yang mungkin diperoleh dari kegiatan tersebut.
Sebagai contoh, misalnya anakku yang sedang tertarik pada tata surya. Aku merencanakan ide bermainnya untuk membuat sistem tata surya. Sebagai permulaan, aku bacakan ayat Al Quran yang menjelaskan penciptaan alam semesta dan bagaimana benda-benda langit tunduk pada Yang Maha Mencipta.
Dari 1 kegiatan ini, ada indera auditory yang distimulasi dan ada aspek agama yang terpenuhi. Kemudian dari kegiatan menggunting printable planet, menyebutkan warna-warna planet, menggunakan lem untuk menempelkan planet sesuai urutannya di sistem tata surya akan menstimulasi indera tactile dan visualnya.
Aku memang belum lama menerapkan lesson plan ini, tapi terasa sekali perbedaannya. Selain ikatan dengan anakku yang lebih erat dan hangat, ada banyak pengetahuan baru yang bisa aku sampaikan pada anakku dengan cara yang menyenangkan.
Sejujurnya saat pertama kali menyusun lesson plan, aku sendiri kewalahan. Mencari ayat Al Quran yang berhubungan, belanja ide main kesana kemari, belum lagi tantangan saat lesson plan harus direalisasikan.
Tapi semua effort itu terbayar saat anakku bilang "Ibu, ayo kita main lagi. Kaya kemarin ibu baca ayat Quran lagi".
Dengan proses belajar & bermain seperti ini, aku harap anakku bisa merasakan bahwa belajar itu seseru main bersama ibunya. Hingga kelak saat dewasa nanti, belajar menjadi sesuatu yang selalu ia tunggu-tunggu, bukan sesuatu yang akan membuatnya menggerutu.
Kalau kata Mbak Karina Hakman, seorang ibu tak pernah dituntut untuk menjadi sempurna. Begitu pula saat membuat lesson plan dan merencanakannya, tak apa bila banyak gagal dan alpa. Karena sesungguhnya kualitas ibu dinilai saat ia bisa segera bangkit dan kembali fokus pada sebaik-baiknya usaha ^^.
Susah gak mba, waktu observasi minat anak? terkadang rasa ikut campr orang tua begitu kuat niii
ReplyDeletemungkin bisa kasih tips
Terima Kasih
Hwah sesuatu yang baru nih buat saya tentang lesson plan ini. Mau mencoba di praktikan ke anak-anak yang kebetulan masih pada balita. Terima kasih Mbak Puput share ilmunya
ReplyDeleteMasya Allah, kalau terbiasa ngikutin plan dari kecil pasti jadi kebiasaan yang baik ya mba. Dengan lesson plan ini orang juga jadi lebih peka dengan anak ya mba?
ReplyDeleteKeren mbaak, aku anaknya 5 nggak pake lesson plan, belum mengenal lesson plan. Untung masih ada yg kecil nih, bisa dipraktekin, makasih ya
ReplyDeleteAku kira cuma guru di sekolah yg perlu bikin lesson plan (rpp), ternyata jadi ibu balita juga punya lesson plan. Jadi ketika anak main, ga sekedar main. Tapi juga stimulus untuk perkembangannya
ReplyDeleteAku juga ngerasain benefit dari praktek lesson plan ini, seperti mengulang materi kelas bengkel diri dulu. Sederhananya gimana bisa memprogram waktu mainnya anak jadi ada value-nya, dan anak bisa mengambil hikmah. Jadi waktu main ga sekadar main. Awesome mba Put.
ReplyDeleteAsyiek banget, semoga nanti menjelang nikah aku menemukan kelas online tentang lesson plan. Karena aku merasa butuh untuk ini. Baru beberapa waktu liat-liat di youtube tapi kurang dapat apa yang aku cari. Makasih mba puput dah sharing informasi pentingnya.
ReplyDeleteSama dengan bu. Rita, dulu jaman kita belum banyak sarana belajar kayak gini. Yang natural aja, bermain gitu aja meski tetap memperhatikan aspek perkembangan anak. Guidebook kita baru Tarbiatul Aulad Abdullah Nashi Ulwan. Masa itu telah lewat, namun jangan pernah menyesal karena manusia itu dinamis. Alhamdulillah banyak syukur tidak menuntut anak ini itu, tapi mereka memilih jalannya sendiri.
ReplyDeleteYeeaay alhamdulillah makin banyak Ibu yg smangat bikin lesson plan utk anaknya, klo pas butuh ide bsa malpir ke IG ku ya mba, aku suka nerapin quran based education :)
ReplyDeleteEmang penting banget sebenernya bikin lesson plan mba, aku pun tipe yang harus nyiapain dulu buat dipraktekin ke anak hihi
ReplyDeleteWaaa... Aku banget deh mbaa... Tapi masih kudu konsisten Krn ada hari dimana lesson plannya ambyaaarrr. Hehhehe
ReplyDeleteKalau aku malah hobi bikin lesson plan, karena sejak zaman ngajar memang udah kerjaannya bikin lesson plan. Cuma pas jadi ibu, lesson plannya dibikin, prakteknya kagak ada.. wkwk. Kalah sama mager, jadilah main suka-suka aja daah.
ReplyDeleteIlmu yang ndaging banget nih. Jadi salah satu bekal untuk masuk ke fase pernikahan. Honestly aku baru tau konsep lesson plan yang ternyata butuh diterapkan pada anak sejak balita.
ReplyDelete